MAKROLIDA (Insektisida Dan Akarisida Alami III)

Gerbang Pertanian masih bersama tulisan dari Bapak Panut Djojosumarto yang membahas tentang insektisida dan akarisida yang berasal dari alam. Dalam perjumpaan yang ketiga atau yang terakhir ini maspary hanya bisa menghimbau kepada rekan-rekan petani Indonesia marilah kita gali dan manfaatkan potensi alam yang ada disekitar kita secara maksimal untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan usaha tani kita. Banyak sekali bahan alami disekitar kita yang bisa kita gunakan sebagai pupuk organik, insektisida, fungisida, akarisida, bakterisida dan lain-lain. Coba kita lihat bahan-bahan sampah yang ada disekitar kita yang belum termanfaatkan seperti limbah buah-buahan, limbah sayur, limbah ikan, limbah ayam potong dan lain sebagainya. Itu semua bisa kita sulap menjadi bahan-bahan organik yang sangat berguna untuk usaha tani kita.

Kendala utama kegiatan diatas sebenarnya hanya satu yaitu rasa malas dan enggan. Petani selalu ingin yang praktis, mudah dan tidak ribet. Bahkan mohon maaf, banyak petani Indonesia yang  untuk belajar dalam bidangnya saja malas. Mereka malas belajar untuk meningkatkan produksi mereka, jangankan mencoba atau bereksperimen. Tentunnya bukan petani yang sedang membaca tulisan dari Gerbang Pertanian ini. Karena saya yakin kalau petani yang sedang terdampar di Blognya Maspary ini dan sedang membaca tulisan ini pasti sedang belajar dan mencari informasi tentang Insektisida dan akarisida alami.

Bagi rekan-rekan Gerbang Pertanian yang belum membaca artikel sebelumya tentang Insektisida dan akarisida alami II (Insektisida Mikrobiologi) silahkan baca dulu karena materi satu sampai tiga saling berkaitan.

Prolognya terlalu panjang ya?…..

Kita langsung saja masuk dalam materi dari Panut Djojosumarto:

INSEKTISIDA ALAMI LAINNYA

Panut Djojosumarto
djojosumarto.panut@gmail.com


Disamping insektisida dan akarisida alami yang diambil dari mikroorganisme (baik secara langsung maupun lewat fermentasi) dan tumbuhan, ada beberapa bahan alami yang tidak dapat dimasukkan kedalam kelompok tersebut di atas. Contohnya adalah sebagai berikut.

Kriolite (Cryolite)

Kriolit adalah mineral alami yang mengandung trisodium heksafluoroaluminat, digunakan sebagai racun perut untuk mengendalikan serangga Lepidoptera dan Coleoptera pada beberapa sayuran dan buah-buahan.
LD50 oral pada tikus >5000 mg/kg bb, LD50 dermal pada kelinci >2000 mg/kg bb.


Minyak bumi

Minyak bumi diambil dari alam, dan telah digunakan baik sebagai insektisida, akarisida, herbisida dan ajuvant sejak lama. Produk minyak bumi yang telah dimurnikan antara lain dikenal dengan nama Agricultural Mineral Oil atau Broad-Range Petroleum Spray Oil dan Horticultural Mineral Oil atau Narrow-Range Petroleum Oil.

Minyak bumi membunuh serangga dengan cara yang tidak spesifik, misalnya menutup lobang pernafasan (spirakel) serangga, sehingga serangga mati lemas. Minyak bumi yang diaplikasikan di air akan menghambat larva nyamuk mengambil udara dari permukaan air, sehingga jentik-jentik nyamuk mati karena kekurangan oksigen.

 
Tanah diatomae (diatomaceous earth)

Tanah diatomae terdapat dan ditambang dari alam. Tanah diatomae merupakan timbunan fosil yang terdiri dari cangkang sejenis ganggang bersel satu (Bacillariophyceae). Timbunan cangkang ini kemudia dihaluskan dan digunakan sebagai – antara lain – insektisida. Cara kerja tanah diatomae juga tidak spesifik, antara lain karena sangat higroskopis sehingga mampu menyerap cairan tubuh serangga yang terpapar, dan serangga akhirnya matu karena dehidrasi (kekurangan cairan tubuh).

 

MAKROLIDA


Fermentasi yang melibatkan mikroorganisme (jamur, bakteri) ternyata tidak hanya menghasilkan antibiotika, tetapi juga menghasilkan senyawa kimia atau kumpulan senyawa kimia lain yang strukturnya berbeda, disebut sebagai lakton makrosiklik (macrocyclic lactones) atau singkatnya makrolida (macrolides) atau makrolakton (macrolacton). Senyawa-senyawa makrolida ini - seperti banyak senyawa alami lainnya - memiliki struktur kimia yang sangat kompleks dan sulit diproduksi secara komersial oleh industri dengan cara sintesis.


Antibiotika banyak digunakan di bidang kedokteran, kedokteran hewan, dan sebagian kecil digunakan di bidang pertanian sebagai fungisida dan bakterisida, dan lebih sedikit lagi digunakan sebagai insektisida. Sedangkan makrolida, karena efikasinya yang sangat baik untuk mengendalikan serangga, tungau dan nematoda parasit, kecuali digunakan di bidang kedokteran, juga banyak digunakan di bidang pertanian dan kesehatan hewan, sebagai insektisida, akarisida dan nematisida. Beberapa makrolida telah diproduksi secara komersial, dan beberapa lagi masih dalam taraf pengujian dan pengembangan.


Sejarah makrolida diawali pada awal 1970-an, ketika perusahaan Sankyo dan Merck berhasil mengisolasi milbemisin dan avermektin yang memiliki struktur mirip, dan ternyata efektif digunakan sebagai insektisida. Keduanya merupakan hasil fermentasi yang memanfaatkan Streptomyces yang berbeda.

Makrolida mudah didegradasi di lingkungan sehingga tidak berpotensi menjadi pencemar lingkungan. Secara umum, penerimaan masyarakat terhadap senyawa alami juga lebih baik dibandingkan dengan senyawa sintetik.

Klasifikasi insektisida antibiotika dan makrolida menurut Alan Wood (2006) adalah sebagai berikut (kelompok naktin ditambahkan oleh penulisi):

  • Insektisida antibiotika: allosamin dan thuringiensin
  • Insektisida lakton makrosiklik (makrolida)
    - Kelompok avermektin: abamektin, doramektin, emamektin, eprinomektin, ivermektin, selamektin
    - Kelompok milbemisin: lepimektin, milbemektin, moksidektin
    - Kelompok spinosin: spinetoram dan spinosad
    - Kelompok naktin: dinaktin, trinaktin, tetranaktin, polinaktin

 


Makrolida: Avermectin

Abamektin (abamectin)

 

  • Penjelasan singkat: Insektisida dan akarisida ini diisolasi dari fermentasi bakteri Streptomyces avermitilis (Actinomycetes). Efeknya sebagai akarisida dilaporkan oleh I. Putter dkk., pada tahun 1981, dan diintroduksikan oleh Merck Sharp & Dohme Agvet (sekarang Syngenta). Abamektin tersusun atas sedikitnya 80% avermektin B1a dan tidak lebih dari 20% avermektin B1b.
  • Hama yang dapat dikendalikan: Digunakan untuk mengendalikan stadia motile dari akarina, leaf miner (pengorok daun), serangga penusuk-pengisap, kumbang colorado, dsb., pada tanaman hias, kapas, jeruk, sayuran, kentang, dan sebagainya.
  • Mode of action: Abamektin adalah racun syaraf yang bekerja dengan menstimulasi produksi gamma-amino asam butirat (GABA: gamma-aminobutyric acid, suatu penghambat neurotransmitter), menyebabkan serangga yang terpapar mengalasi paralisis. Abamektin merupakan racun kontak dan racun perut, sangat sedikit sifat sistemiknya, tetapi memiliki sifat translaminar.
    - LD50 oral: Tikus 10 mg/kb bb (dalam minyak wijen) dan 221 mg/kg bb (dalam air).
    - LD50 dermal: >2000 mg/kg bb (kelinci).
    - ADI: 0,002 mg/kg bb (JMPR).
    - Kelas toksisitas: EPA (formulasi) kelas IV.
    - Iritasi: Menyebabkan iritasi ringan pada mata, tetapi tidak pada kulit (kelinci).
    - Lain-lain: Tidak bersifat mutagenik pada test Ames.


Di Indonesia abamektin terdaftar dengan nama-nama dagang, antara lain: Agrimec, Amect, Aspire, Bamex, Calebtin, Catez, Demolish, Dimectin, Diomec, Kiliri, Mitigate, Numectin, Promectin, Schumec, Sidamec, Stamec, Supemec, Taldin, Tsubamec, dan Wito. Digunakan (misalnya: Agrimec) untuk mengendalikan Aphis pomi (apel), Thrips parvispinus (cabai), pengorok daun Phyllocnitis citrella (jeruk), hama-hama Spodoptera, Phaedonia, Lamprosema, Etiella, Riptortus (kedelai), Maruca (kacang panjang), Liriomyza spp. dan Thrips palmi (kentang), Plutella (kubis) (Anonim, 2006).

Emamektin (emamectin)

  • Penjelasan singkat: Insektisida ini diisolasi dari fermentasi bakteri Streptomyces avermitilis (Actinomycetes). Emamektin tersusun atas emamektin B1a dan emamektin B1b, dan diproduksi dalam bentuk emamektin-benzoat.
  • Hama yang dapat dikendalikan: Emamektin terutama sangat baik untuk mengendalikan larva Lepidoptera, dengan efek tambahan terhadap thrips, tungau dan pengorok daun, pada tanaman sayuran, jagung, teh, kapas, dan kedelai. Juga direkomendasikan digunakan dengan cara injeksi pohon (pinus).
  • Mode of action: Emamektin terutama adalah racun kontak, yang mempunyai efek sebagai racun perut. Hanya memiliki sediukit efek sebagai racun sistemik (diserap lewat akar tanaman), tetapi memiliki efek translaminar yang kuat. Terhadap serangga bekerja sebagai racun syaraf, yang secara biokimia bekerja dengan menstimulasi gamma amino asam butirat (GABA).
    - LD50 oral: 70 mg/kg bb (tikus)
    - LD50 dermal: >2000 mg/kg bb (tikus).
    - NOEL: 0,2 mg/kg bb (anjing, 1 tahun).
    - ADI: 0,0025 mg/kg bb.
    - Kelas toksisitas: WHO (bahan aktif) kelas II, EPA (formulasi) kelas II.
    - Iritasi: Menyebabkan iritasi berat pada mata dan kulit (kelinci).

Makrolida: Milbemycin

Milbemektin (milbemectin)

  • Penjelasan singkat: Insektisida dan akarisida ini dihasilkan dari fermentasi bakteri (Actinomycetes) Streptomyces hygroscopius subsp. aureolacrimosus. Milbemektin tersusun atas 2 jenis milbemisin yang homolog, yakni milbemisin A3 (metil-milbemisin) dan milbemisin A4 (etil-milbemisin), dengan perbandingan 3 : 7.
  • Hama yang dapat dikendalikan: Milbemektin merupakan insektisida dan akarisida yang kuat, digunakan untuk mengendalikan tungau merah dan tungau merah jambu pada jeruk, dan tungau-tungau lainnya termasuk spider mite. Juga direkomendasikan untuk mengendalikan pengorok daun pada jeruk dan teh.
  • Mode of action: Bekerja sebagai racun syaraf, yang merangsang produksi gamma amino asam butirat (GABA), sehingga menghambat kerja neurotransmiter. Milbemektin adalah racun kontak dan racun perut, semi sistemik dengan efek translaminar.
    - LD50 oral: 762 mg/kg bb (tikus jantan), 456 mg/kg bb (tikus betina).
    - LD50 dermal: >5000 mg/kg bb (tikus).
    - NOEL: 6,81 mg/kg (tikus jantan), 8,77 mg/kg (tikus betina).
    - ADI: 0,03 mg/kg bb.
    - Lain-lain: Non-mutagenik, non-karsinogenik, non-teratogenik.

 
Makrolida: Spinosin


Spinosad

  • Penjelasan singkat: Insektisida spinosad komersial merupakan campuran dari spinosin A dan spinosin B, yang diperoleh sebagai metabolit sekunder dari fermentasi dari bakteri aerobik, gram-positif, Saccharopolyspora spinosa (Actinomycetes).
  • Hama yang dapat dikendalikan: Spinosad direkomendasikan untuk mengendalikan larva Lepidoptera, pengorok daun, thrips, dan kumbang pemakan daun, pada sayuran, jagung, kapas, anggur, tanaman hias. Juga digunakan di bidang peternakan.
  • Mode of action: Secara biokimia spinosad bekerja pada reseptor nikotinik asetilkholin, tetapi pada lokasi yang berbeda dengan isteksida dari kelas nikotinoid atau neonikotinoid. Spinosad juga mempengaruhi reseptor GABA, tetapi peranannya belum jelas. Racun kontak dan racun perut.
    - LD50 oral: 3783 mg/kg bb (tikus jantan), >5000 mg/kg bb (tikus betina).
    - LD50 dermal: >2000 mg/kg bb (kelinci).
    - NOEL: pada anjing, mencit dan tikus masing-masing adalah 5, 6-8 dan 10 mg/kg/hari (13 minggu).
    - ADI: 0,02 mg/kg bb.
    - Kelas toksisitas: WHO (bahan aktif) kelas U, EPA (formulasi) kelas IV.
    - Irritasi: Tidak menyebabkan iritasi kulit, tetapi sedikit menyebabkan iritasi mata (kelinci).
    - Lain-lain: Tidak menampakkan efek neurotoksik, reproduktif atau mutagenik pada anjing, mencit atau tikus.

Makrolida: Naktin


Polinaktin (polynactins)

  • Penjelasan singkat: Akarisida polinaktin, yang merupakan campuran dari dinaktin, trinaktin dan tetranaktin, merupakan metabolit sekunder dari fermentasi Streptomyces aureus isolat S-3466.
  • Hama yang dapat dikendalikan: Sangat efektif, terutama pada kondisi basah, untuk mengendalikan tungau (akarina) seperti Tetranychus cinnabarinus, Tetranychus urticae dan Panonychus ulmi pada tanaman buah.
  • Mode of action: Secara biokimia, polinaktin bekerja mempengaruhi mitokondria. Air sangat penting untuk bekerjanya senyawa kimia ini.
    - LD50 oral: Polinaktin umumnya dianggap tidak berbahaya bagi mamalia. LD50 oral untuk mencit adalah >15.000 mg/kg.
    - LD50 dermal: >10.000 mg/kg bb (mencit).
    - Kelas toksisitas: EPA (formulasi) kelas IV.
    - Iritasi: Sedikit menimbulkan iritasi ringan pada kulit dan mata.

 


Daftar Pustaka

  • Anonim (2006): Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Depatemen Pertanian Republik Indonesia.
  • Anonim: Bacillus thuringiensis. Wilkipedia,
    http://www.wilkimediafoundation. org/
  • Baehaki, Dr. Ir. SE (1993): Insektisida Pengendalian Hama Tanaman. Angkasa, Bandung.
  • Beattle, GAC; O. Nicetic, AS. Kalianpur dan Z. Hossain (2004): Managing Resistance with Horticultural Mineral Oils. Some Example from Different Crop. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Management Resistensi Pestisida dalam Penerapan Pengelolaan Hama Terpadu. UGM, Yogyakarta, 24-25 Februari 2004.
  • Copping, LG (editor, 2004): The Manual of Biocontrol Agents. BCPC
  • Extoxnet (1996): Abamectin. Extesion Toxicology Network. http://npic.orst.edu/
  • Fisher, Hans-Peter, et al (1922): New Agrochemicals Based on Microbial Metabolites: New Biopesticides. Proceeding of the ’92 Agricultural Biotechnology Symposium on Biopesticides, Korea, September 1992
  • Flint, Mary Louis dan Robert Bosch (1991): Pengendalian Hama Terpadu, Sebuah Pengantar. Edisi terjemahan Indonesia, Kanisius, Yogyakarta.
  • Habazar, Prof. Dr. Ir. Trimurti, dan Dr. Ir. Yaherwandi Msi (2006): Pengendalian Hayati Hama dan Penyakit Tumbuhan. Andalas University Press, Padang.
  • Luthy, P (1993): Tailor-Made Insect Control with Bacillus thuringiensis. Insect Control No. 20, May 1993.
  • Novizan, Ir. (2002): Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. AgroMedia Pustaka, Jakarta.
  • NPTN: Bacillus thuringiensis, General Fact Sheet. National Pesticide Telecommunications Network. http://nptn.orst.edu/
  • NPTN: Pyrethrin & Pyrethroid. National Pesticide Telecommunications Network. http://nptn.orst.edu/
  • Pitterna, Thomas (1997): Macrolides as Pest Control Agents: Avermectin and Milbemycins. Insecticide Newsletter No. 3, December 1997
  • Shepard, B.M.; dkk (1987): Friends of Rice Farmer. Helpful Insects, Spiders, and Pathogen. International Rice Research Institute. Los Banos, Laguna, the Philippines.
  • Singleton, Paul; dan Diana Sainsbury (19981): Dictionary of Microbiology. John Wiley & Sons.
  • Tomlin, CDS (editor, 2001): The Pesticide Manual. BCPC
  • Wood, Alan (1995-2007): Compendium of Pesticide Common Name: Insecticides. http://www.alanwood.net.

 

Saya kasih bocoran informasi dikit ya, dalam pertemuan besok kita masih akan dikasih materi oleh Bapak Panut Djojosumarto yaitu tentang Fungisida Alami. Oleh karena itu tunggu episode berikutnya postingan maspary di Gerbang Pertanian. Sekali lagi kami ucapkan terimakasih kepada Bpk Panut Djojosumarto yang telah mau membagikan ilmunya kepada Petani Indonesia, mahasiswa pertanian dan pelajar SMK pertanian dan pecinta pertanian semua semoga mendapat balasan yang berlimpah dari Alloh SWT dan masih kami tunggu artikel berikutnya.

Buat rekan-rekan Gerbang Pertanian semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi kita semua demi kemajuan pertanian Indonesia.

 

 

Maju Pertanian Indonesia!!

 

Maspary

Comments

Popular posts from this blog

PILIH VIRTAKO APA PREVATHON ?

MENGENDALIKAN HAMA KEPINDING TANAH/ KETUPLUK

GEJALA SERANGAN ULAT DAN BELALANG APA BEDANYA